Nilai dari sebuah
pernikahan Kristen adalah terletak pada “dasar” terjadinya, yaitu inisiatif
Sang Pencipta, bukan inisiatif manusia. Oleh karena itu, pernikahan bukan hanya
antar dua pribadi manusia, namun ada kehadiran pribadi Sang Pencipta di
dalamnya. Tujuan utama dari pernikahan Kristen “bukanlah” untuk memperoleh
kebahagiaan, namun sebagai sarana untuk saling bertumbuh secara karakter,
sehingga menjadi serupa dengan karakter Kristus. Yang artinya, kebahagiaan
adalah “anugerah” (hadiah). Salah satu bentuk pertumbuhan yang dimaksud adalah
bagaimana kita menyadari akan peran (role) utama dari seorang suami maupun
seorang isteri
Prinsip Alkitab (Kejadian.2:18)
Suami adalah kepala
keluarga, isteri adalah penolong yang sepadan (pola unequal ness). Pertanyaan
kita mungkin, mengapa konsepnya harus seperti ini? Apakah Allah pilih kasih?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut hanya bisa diterima dalam iman dan ketaatan,
sebab tidak selalu jalan Allah bisa dipahami. Contohnya: Mengapa Allah memilih
Yakub bukannya Esau, Yehuda bukannya Yusuf, Musa bukannya Harun, Daud yang
masih imut dan bukannya Kakak-kakaknya yang lebih kuat dan gagah.
Apa artinya kepala
keluarga? Allah menetapkan segala “jabatan” sebagai anugerah, bukan berdasarkan
bakat-bakat atau kemampuan pribadi (contoh: Musa, Daud, dll), tapi berdasarkan
tanggungjawab. Dalam hal ini berlaku (termasuk) juga Kepala Keluarga . Jadi,
suami akan dihormati sebagai kepala keluarga kalau bertanggungjawab. Kepala keluarga
tidak sama dengan “raja yang otoriter”, tapi servant-leader (orang pertama yang
meneladani Kristus).
Apa dasar perbedaan
peran tersebut? Dasar perbedaan peran tidak terletak pada perbedaan jenis
pekerjaan (pekerjaan rumah atau pencari nafkah), namun dalam pertanggungjawaban
pekerjaan. Adapun bentuk pertanggungjawaban adalah: Suami sebagai perancang,
pemikir, pengambil keputusan, servant-leader, pembela, pelindung; sedangkan
Isteri sebagai penolong, memberi dukungan, teman bicara, dsb.
Bagaimana Kondisi
Pernikahan Anda Saat Ini? Apakah Anda merasa terjebak? “Pernikahan itu seperti
sangkar: burung-burung tanpa sadar masuk & mereka frustasi untuk dapat
keluar.”
Perhatikan dua pertanyaan berikut ini: Mengapa Isteri sulit
tunduk kepada Suami? Mengapa Suami sulit untuk mengasihi Isteri?
Sebuah gambaran permasalahan
pasutri sebagaimana kita melihat fenomena gunung es, di mana permasalahan
tersebut baru pada permukaannya. Dan sesungguhnya permasalah sebenarnya lebih
besar. Hal ini bisa dipahami mengingat pernikahan dipengaruhi oleh masa lalu
masing-masing.
Pernikahan lebih
banyak dipengaruhi oleh masalah masa lalu (faktor predisposisi) yang belum
terselesaikan. Faktor-faktor lain seperti masalah ekonomi, konflik, bencana,
dll, hanya faktor pencetus (faktor precipitasi).
Perkawinan terjadi
oleh empat pribadi yakni: antara Pribadi Dewasa Pria + Pribadi Kanak-kanak Pria
dengan Pribadi Dewasa Wanita + Pribadi Kanak-kanak Wanita.
Masalah masa lalu
inilah yang justru merupakan salah satu penghalang terbesar yang dapat
merintangi kebahagiaan dalam pernikahan, sebab pengalaman masa lalu
“mengendalikan” kehidupan Anda saat ini. Sikap Anda terhadap pasangan, anak,
dan orang lain, kemungkinan besar dapat ditemukan dalam sikap & reaksi Anda
yang Anda “pelajari/terima” ketika masih kanak-kanak.
Contoh Tipe Relasi
Suami-Isteri
·
Melakukan segala
sesuatu hanya untuk menyenangkan pasangan
·
Sebenarnya dilakukan
bukan karena cinta, melainkan untuk mendapatkan penerimaan/cinta pasangan
·
Lebih mengandalkan
perasaan dibandingkan akal sehat, sehingga: sulit untuk berkata “tidak”, lebih
sering mengalah/berkorban, kurang objektif.
·
Suka
mengontrol/mengatur pasangannya, supaya memperoleh rasa hormat/respek
·
Terlalu mengandalkan
rasio (objektifitas tinggi), sehingga: empati rendah, miskin emosi, hambar,
mudah marah, legalis, perfeksionis.
Hubungan antara Peran Suami-Isteri Terhadap Keuangan Keluarga
Keluarga dan pekerjaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, sebab keduanya saling mempengaruhi. Pekerjaan menghasilkan income, yang kemudian akan menentukan standar kehidupan keluarga tersebut.
Keluarga dan pekerjaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, sebab keduanya saling mempengaruhi. Pekerjaan menghasilkan income, yang kemudian akan menentukan standar kehidupan keluarga tersebut.
Gambaran
ideal
Laki-laki sebagai
providers sedangkan Perempuan sbg homemakers. Pada kondisi saat ini mulai
terjadi pergeseran. Wanita Bekerja: Pendidikan meningkat yang berpengaruh
munculnya tuntutan pendapatan, karir, jabatan meningkat, pengaruh meningkat,
kesadaran (awareness) terhadap personal option meningkat dan timbulnya
kebutuhan untuk self-expression & self-fulfillment.
Power in Relationship
& Decision Making
Tingkat penghasilan
suami-isteri berpengaruh terhadap besarnya kekuasaan masing-masing dalam
pengambilan keputusan. Uang sering diterjemahkan dengan kekuasaan. Jadi ketika
suami-isteri bekerja, konsep tradisional di mana suami yang selama ini sebagai
single power, mulai harus berbagi. Bagaimana jika penghasilan isteri lebih
besar? Posisi tawar menawar isteri bekerja juga semakin tinggi, sehingga jika
mereka merasa tidak bahagia, mereka tidak takut untuk (mengancam) bercerai.
Mana yang lebih
bahagia, keluarga yang double income atau single income? (tingkat kepuasan
pernikahan). Hasil riset mengungkapkan bahwa:
1. Isteri rumahan
lebih bahagia daripada isteri yang bekerja (gaji kecil, status rendah, dll)
2. Isteri yang bekerja lebih bahagia daripada isteri rumahan
3. Para suami, baik dari isteri rumahan maupun isteri bekerja, tingkat kebahagiaannya sama
2. Isteri yang bekerja lebih bahagia daripada isteri rumahan
3. Para suami, baik dari isteri rumahan maupun isteri bekerja, tingkat kebahagiaannya sama
Apa artinya?
·
Sikap/pandangan
masing-masing pasangan terhadap pekerjaan merupakan hal yang sangat penting
·
Jika suami/isteri
tidak setuju dengan pekerjaan pasangannya, atau jika isteri bekerja hanya
karena faktor ekonomi semata, maka konflik dan ketegangan cenderung terjadi
·
Bagi para isteri yang
lebih suka menjadi ibu rumah tangga akan merasa bekerja menjadi sebuah
keterpaksaan
·
Sedangkan bagi para
suami yang berprinsip bahwa hanya laki-laki saja yang bekerja akan merasa
terancam perannya karena memiliki isteri yang bekerja, apalagi kalau
penghasilan isteri lebih besar (rendah diri)
·
Bagaimana dengan waktu
bersama?
·
Bagaimana dengan beban
isteri bekerja? Berarti suami (suami lebih sedikit perannya di rumah)
·
Setelah uang, hal yang
paling menentukan apakah seorang wanita yang menikah itu bahagia atau tidak
adalah seberapa besar keterlibatan suaminya dalam urusan rumah tangga.
Beberapa Prinsip
tentang Peran Suami-Isteri
Peran yang tepat akan
membawa kebersamaan daripada keterpisahan. Kita sedang membagi tanggung-jawab,
bukan sekedar membagi tugas (tugas suami ini & tugas isteri itu).
Suami-isteri adalah “satu daging”, yang juga berarti satu tim kerja.
Beberapa Prinsip
tentang Peran Suami-Isteri, peran yang tepat dapat diperoleh dengan
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan pasangan. Misal: kalau biasanya
pengaturan keuangan keluarga dianggap sebagai “tugas” isteri, namun kalau
ternyata suami lebih efektif dalam mengelolanya, maka suami bisa mengambil
alih.
Beberapa Prinsip
tentang Peran Suami-Isteri, peran yang tepat bersifat tidak kaku (fleksibel).
Misal: kalau isteri juga bekerja, maka tidaklah fair kalau semua tugas rutin
rumah tangga dibebankan pada dirinya saja. Peran yg tepat rela berkorban: Ada
beberapa pekerjaan yang “kalau bisa” bukan dia yang melakukannya. Misal: bangun
di tengah malam karena si kecil menangis, membantu anak (kecil) buang air
besar, dll
Money Matters
“Cinta akan uang
adalah akar dari segala kejahatan” Dapat disejajarkan dengan:”Salah dalam
mengelola keuangan merupakan akar dari segala jenis permasalahan manusia”
Eksistensi uang
bukanlah masalah utamanya, melainkan sikap (attitude) terhadap uang dan
ketidakefisienan (inefficiency) dalam mengelola uang secara bijaksana. Baca:
Ibrani 13:5
Apa yang Alkitab
katakan tentang uang?
1.
Uang harus dipandang
secara realistis. Artinya: uang dan kekayaan hanya bersifat sementara
(temporer) Contoh: Lukas 12:16-21. Mengapa Yesus mengatakan bahwa orang kaya
tersebut adalah bodoh? Karena orang tersebut hanya kaya secara duniawi tapi
miskin dalam relasi dengan Allah karena baginya uang menjadi pusat (center)
hidup.
2.
Uang disediakan oleh
Allah (Filipi 4:19; Matius 6:25-34). Oleh karena itu, semua yang kita miliki adalah
“milik” Allah. Kita diminta untuk bergantung pada pemeliharaan dan penyertaan
(providensia) Allah (bagi orang beriman mencegah kekuatiran)
3.
Uang dapat menjadi
sumber masalah: a). Vertikal: menghambat pertumbuhan rohani. Yesus mengatakan
bahwa uang dapat menjadi allah lain dihati kita, sehingga kita harus “memilih”
siapa yang menjadi Allah kita: Yesus atau Uang. b). Horizontal: sumber konflik
dengan sesama (Lukas 12:13-15)
4.
Uang harus dikelola
secara bijaksana. “God’s own it, and I manage it” Tuhan yang empunya, kita
hanya sebagai pengelola oleh karena itu:
a. Gained honestly,
b. Invested
carefully,
c. Spent realistically,
d. Shared joyfully.
Penyebab Masalah
Keuangan
1. Nilai-nilai yang
terdistorsi. Materialisme,
Hedonisme, Konsumerisme, Instan, Keserakahan, dll.
2. Penggunaan yang tidak bijak
a. Impulsif (contoh: suami yang selalu “menggandeng mesra” isterinya kalau di
mall karena takut lepas dan tak terkendali dalam berbelanja)b. Tidak ada limitasi
c. Spekulasi, akarnya: ingin cepat kaya (contoh: seorang bapak yang ludes uang pensiunnya karena spekulasi di bisnis yang tidak dikuasainya).
d. Kredit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
• Menggunakan kartu
kredit seolah-olah tidak mengeluarkan uang (riil), sehingga godaan untuk
belanja sangat besar (impulsive buying)
• Penggunaan credit card (yang tidak bijak) merupakan cara “membelanjakan uang yang tidak kita punya dan membeli barang-barang yang tidak kita butuhkan”
• Penggunaan credit card (yang tidak bijak) merupakan cara “membelanjakan uang yang tidak kita punya dan membeli barang-barang yang tidak kita butuhkan”
3. Perencanaan
(budget) yang lemah
Fungsi budget:
· mencegah
impulsivitas (harus mempertimbangkan prioritas)
· kontrol pengeluaran
· menyisihkan untuk tabungan (saving)
· antisipasi masalah untuk menghindari/mencegah stress
· alokasi pemberian/persembahan
· kontrol pengeluaran
· menyisihkan untuk tabungan (saving)
· antisipasi masalah untuk menghindari/mencegah stress
· alokasi pemberian/persembahan
4. Kurang memberi. Ada 3 area menurut Alkitab: Tuhan,
sesama tubuh Kristus, dan orang miskin. Dilakukan dengan kacamata iman (memberi
dan menerima adalah paralel bagi Tuhan). Ada janji berkat Tuhan di balik
persembahan kita berikan, meski berkat Tuhan tidak selalu identik dengan uang.
Menghadapi Pasangan
yang Terlalu Banyak Belanja
1.
Sadari bahwa
suami-isteri adalah satu tim dalam masalah keuangan. Kemungkinan besar tidak
ada seorang suami/isteri pun yang suka “diingatkan” Mengapa? Ia merasa tidak
dipercaya, tidak dihargai, dll Perhatikan! Adalah lebih penting menjaga
relasi yang sehat dibandingkan detail daftar pengeluaran. Jika kita menempatkan
relasi suami-isteri sebagai satu tim, maka akan lebih mudah untuk mencari
solusi terhadap pengeluaran yang tidak disepakati.
2.
Mencoba memahami
alasan di balik sikap pasangan tersebut. Akar dari masalah ini adalah: “mencari
rasa aman” (security) Misal: Kalau isteri selalu beli make up bermerk keluaran
terbaru terciptanya rasa aman untuk selalu terlihat cantik di mata suami.
3.
Memberikan pemahaman
bahwa kita harus “hidup” di bawah jumlah penghasilan. Kuncinya adalah: budget
planning yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar