Who links to my website?

Minggu, 26 Oktober 2014

Yakobus Dan Orang Kaya

http://www.renungansanjeev.com/category/wisdom-sanjeev/
Yakobus pernah menyebutkan orang kaya sebelumnya, dan secara khusus menyebut mereka dalam Kitab Yakobus 1: 1 0-11 dan 2:5-7. Secara umum (tanpa menggunakan kata "kaya") ia menyebutkan mereka dalam Yakobus 2:2-3 dan 4:13. Dalam pernyataannya ia tidak mengatakan satu hal pun yang baik mengenai orang kaya. Yang menarik, pada bacaan kedua (2:2-3; 4:13) para individu tersebut merupakan anggota masyarakat Kristen; sedangkan dalam bacaan-bacaan di mana ia menggunakan istilah "kaya," mereka bukanlah orang Kristen. Kelas Yakobus merasa bahwa istilah "kaya" dan "Kristen" bersifat eksklusif.

Jika demikian, apakah Yakobus tidak mengaitkan istilah "kaya" dengan orang Kristen? Tentu saja ia bebas menyebut orang Kristen sebagai "orang miskin" (1 :9; 2:2-3, 5-6). Alasannya barangkali adalah Yakobus mengikuti pengajaran Yesus yang mengatakan, "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, dan, "Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya" (Lukas 6:20, 24). Sesungguhnya Yesus mengatakan bahwa kekayaan merupakan batu sandungan untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Orang kaya dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah sernata-mata karena kemampuan Allah untuk melakukan hal-hal yang mustahil . (Markus 10:23-27). Tidaklah benar jika kita mencoba memperlunak masalah ini dengan mengatakan, "Tidak seorang pun dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah, miskin atau pun kaya. Mereka semua dapat memasuki Kerajaan Allah karena mujizat," karena Yesus tidak berkata demikian. Dia mengatakan bahwa Dia secara khusus datang untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin (Lukas 4:18), dan kepada orang miskin yang diberkati-Nya Dia mengatakan, "Merekalah yang empunya Kerajaan Allah." Dia tidak pernah mengatakan hal ini kepada orang kaya.

Inti dari pernyataan Yakobus tersebut kita dapatkan pada akhir pembahasannya mengenai Lukas 12:34, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." Karena umat manusia hanya memiliki tenaga emosi yang terbatas untuk mengabdikan dirinya pada sesuatu, maka jika seseorang mengabdi pada dunia berarti hatinya tidak tertuju pada surga atau kasih akan Allah. Mengarahkan hati ke surga berarti menempatkan "harta" atau pengabdian kita ke surga juga, yang secara umum berarti mendermakan kekayaan duniawi. Sementara kita melihat mujizat Allah dalam penyelamatan seorang yang kaya, Zakheus menyatakan pembebasan dirinya dari jeratan kekayaan sebelum Yes us berkata bahwa ia telah memperoleh keselamatan dalam rumahnya (Lukas 19:1-10). Demikian pula yang terjadi dalam Kisah Para Rasul. Ketika Roh Kudus turun, orang Kristen mulai membagi-bagikan milik mereka kepada orang miskin. Yakobus sangat menyadari apa yang terjadi dalam Injil ini dan mendasarkan ajarannya pada ajaran kakaknya yaitu Yesus.

Sejauh ini kita telah melihat mengapa Yakobus tidak menggunakan istilah "kaya" untuk orang Kristen, dan karena itu orang-orang yang dimaksudkannya bukanlah orang beriman. Tentu saja hal ini berarti mereka akan masuk ke neraka. Tetapi ada alasan lain mengapa Yakobus mencela orang kaya dengan tajam, yaitu perlakuan mereka terhadap orang miskin.

Ada pergeseran dalam argumentasi yang dikemukakan oleh Yakobus dalam Kitab Yakobus 5:1-6. Pertama, ia mencatat kesia-siaan kekayaan mereka dalam bentuk sandang dan pangan. Harta di bumi akan rusak, demikian dikatakan Yesus (Matius 6:19-20). Karena jemaat Yakobus men genal perkataan Yesus, maka Yakobus secara tidak langsung menyatakan bahwa mereka akan 'menyimpan' harta yang kekal di surga jika mereka membagi-bagikan harta mereka kepada orang miskin dan dengan demikian memiliki kekayaan di surga. Tetapi tentu saja mereka tidak melakukannya karena mereka bukan pengikut Yesus dan dengan demikian tidak merniliki nilai-nilai Yesus (meskipun sebenarnya orang-orang kaya pada zaman Yakobus meliputi para pimpinan politik dan agama bangsa Yahudi, yang seharusnya memiliki nilai-nilai rohani yang serupa dengan Yesus).

Kedua, kegagalan mereka untuk menaati Injil (pengajaran Yesus) akan bersaksi melawan mereka pad a penghakiman terakhir. Di sini kita melihat perumpamaan mengenai orang kaya dan Lazarus (Lukas 16:19-31) diringkas menjadi dua kalimat. Orang kaya itu barangkali seorang Yahudi yang setia, namun ia tidak taat kepada Allah. Ia memiliki ban yak uang, tetapi tidak bersedia menolong pengemis miskin yang terbaring di pintu gerbangnya. [adi orang-orang kaya itu telah menimbun barang, tetapi zaman itu adalah akhir zaman, dan penghakiman akhir akan tiba. Kegagalan mereka untuk menggunakan harta demi kepentingan Allah akan "melahap daging mereka seperti api," yaitu api neraka.

Ketiga, mereka telah melakukan ketidakadilan. Beberapa tuduhan lainnya cukup serius, antara lain kita mengetahui bahwa para tuan tanah yang bukan penduduk daerah itu (orang kaya pada abad pertama Palestina) telah menahan gaji para penuai. Kitab Imamat 19:13 mengatakan, "Janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya" (bandingkan dengan Ulangan 24:14-15). Alasan dibuatnya hukum tersebut adalah buruh yang miskin itu akan segera menggunakan gajinya untuk membeli makanan bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Tidak mendapatkan gaji berarti tidak dapat membeli makanan. Tetapi meskipun waktu itu adalah waktu menuai dan karenanya orang-orang kaya itu memiliki panen untuk dijual, mereka mencari-cari alasan untuk tidak membayar para pekerja mereka. Mungkin mereka berargumentasi bahwa mereka tidak dapat menjual hasil panen mereka dan membayar para pekerja sebelum harganya naik. Tentu saja mereka memiliki alasan "legis" dan benar menurut penafsiran "rabi" pada zaman mereka. Tetapi Allah mengutuk orang-orang semacam itu dalam Yesaya 5 (khususnya ayat 9-10) yang juga menggunakan kata "Tuhan semesta alam," dan Oia terus melakukan hal tersebut (Bandingkan dengan Ayub 7:1-2; 24:10; 31:13, 38-40).

Keempat, orang kaya selalu menuruti keinginan hati mereka. Berpesta tidaklah salah jika kita memiliki cukup uang, tetapi bersenang-senang pada saat orang lain mengalami kekurangan merupakan kejahatan yang mengerikan di hadapan Allah. Kita teringat kembali akan perumpamaan mengenai orang kaya dan Lazarus. Selain itu kita juga harus memperhatikan bahwa dalam peraturan perjamuan untuk Tuhan (Ulangan 16) semua umat harus mengadakan perayaan; kaum miskin (orang Lewi, para janda, yatim piatu, orang asing) harus mengadakan perayaan bersama mereka yang memiliki kekayaan. Dalam mencela sikap yang mencari kesenangan diri sendiri, Yakobus mirip dengan nabi Amos.

Menuruti kehendak hati, tentu saja, diperhatikan secara lebih serius pada zaman Yakobus dibanding zaman kita. Budaya Laut Tengah pada abad pertama yakin bahwa jumlah harta di dunia ini terbatas, sehingga jika seseorang mengumpulkan lebih banyak harta, maka orang lain akan memiliki lebih sedikit atau tidak memiliki harta sama sekali. Ounia Barat berpendapat bahwa harta atau kekayaan itu tak terbatas jumlahnya dan semua orang dapat menjadi kaya jika mereka bekerja cukup keras atau cukup cerdas. Baru beberapa saat terakhir ini masyarakat Barat mulai melihat adanya keterbatasan dan menyadari bahwa jika dilihat secara global, khususnya dengan mempertimbangkan lingkungan dan generasi yang akan datang, maka pandangan abad pertama barangkali lebih realistis dari pandangan kita sekarang.

Kelima, orang-orang kaya itu telah menindas orang benar ("orang-orang yang tak bersalah" menurut Alkitab versi NIV). Barangkali yang dimaksudkan Yakobus dengan perkataan "menghukum dan membunuh" bukanlah mereka melakukan tindakan yang melanggar hukum, melainkan menggunakan pengadilan untuk membunuh. Barangkali pembunuhan itu bahkan tidak dilakukan secara langsung, tetapi dengan mengambil sarana pendukung orang miskin, misaln ya pemberian denda atau hukuman yang menguntungkan orang kaya. Seorang petani yang kehilangan sawahnya atau tidak dapat bekerja lagi akan segera kelaparan jika tidak ada campur tangan dari pihak lain Bagi Allah tetaplah sama apakah kematian itu terjadi secara langsung atau tidak langsung, berdasarkan hukum atau tidak berdasarkan hukum dalam pandangan manusia. Dalam Alkitab semuanya merupakan pembunuhan. Bahwa yang dirugikan itu adalah orang-orang Kristen yang miskin (kemungkinan besar merekalah yang dimaksudkan) membuat pengadilan-Nya menjadi jauh lebih pasti.

Itulah sebabnya Yakobus tidak semata-mata menuruti kata hatinya dalam mencela orang kaya. Mereka tidak saja bukan orang Kristen, tetapi ia juga memiliki sejumlah tuduhan terhadap mereka. Di samping itu, peringatan nabi semacam ini biasanya membawa orang pada pertobatan (rneskipun menurut Kitab Suci, pertobatan orang kaya lebih kecil kemungkinannya daripada pertobatan orang miskin). Akibatnya orang-orang kava tersebut, seperti penduduk Niniwe yang diperingatkan oleh Yunus, tidaklah berada di luar kasih Allah. Meskipun demikian, sebelum kita menggeleng sedih atas nasib orang kaya, kita harus ingat bahwa salah satu dari kelima tuduhan di atas cukup serius dan dapat mengakibatkan hukuman Allah. Tidaklah cukup menghindari untuk melakukan pembunuhan dan penindasan secara hukum jika kita hidup dengan menuruti kehendak hati dan menimbun harta yang seharusnya kita dermakan.

Tanggapan orang Kristen terhadap celaan semacam ini seharusnya adalah tidak terus menyalahkan, melainkan "bersikap teguh" dalam ketaatan kepada Kristus (Yakobus 5:8) dan berdoa agar dipenuhi Roh Kudus. Dengan demikian kita dapat bergabung dengan orang-orang yang dalam Kisah Para Rasul menimbun harta di surga dengan cara membagikannya kepada saudara-saudara seiman yang lebih miskin. Hal ini akan menjadi teladan kebajikan yang diinginkan Allah dalam dunia yang masih mempraktikkan dan (bahkan memuja) kejahatan yang dicela-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar